Friday, December 26, 2014

Charlotte La Bouff


Gadis pirang menguasai dunia. Lengkap sudah alasan untuk membenci mereka. Bodoh, memuja diri sendiri, tidak mengerti arti uang, dan bermata biru. Well, tidak ada yang benar-benar salah dengan bermata biru. Tapi Aurora yang bermata biru cuma bisa menunggu diselamatkan Pangeran Phillip. Cinderella yang bermata biru cuma bisa bermimpi dinikahi Prince Charming. Segera setelah mereka disandingkan dengan gadis kulit hitam yang pemberani dan sama memesonanya seperti bintang, menjadi jelas jagoan kita yang mana.

Blondies rule the world. It's made clear now why we hate them. Foolish, self-centered, knowing only the price of something instead of its value, and blue-eyed. Okay, there's nothing really wrong about having blue eyes. But it's the blue-eyed Aurora who could only wait to be saved by Prince Phillip. It's the blue-eyed Cinderella who could only dream of marrying Prince Charming. Seeing them beside a dark-skinned princess who's brave and as stunning as the star, we know who's going to win.



Tiana mengingatkan kita pada Lupita Nyong'o.

Tiana reminds us of Lupita Nyong'o.


Charlotte mengingatkan kita pada mimpi buruk tadi malam. Bercanda.


Charlotte reminds us of our last nightmare. Kidding.

Biasanya tokoh sampingan memudahkan kita untuk lebih menyukai tokoh utama. Mirip-mirip film-film Thailand yang keterlaluan dalam memilih pemain. Kalau tampan, yang paling tampan dari yang paling tampan. Kalau jelek, jeleknya ampun-ampunan. Yang tampan jadi terlihat semakin tampan dengan adanya yang jelek. Pernah nonton Cinderella? Cinderella benar-benar rupawan, sedangkan kedua saudara perempuan tirinya tampak seperti arti nama Cinderella secara harfiah: abu cerobong asap. Dan mereka membuat kita membenci Drizella dan Anastasia (sampai mereka menunjukkan sisi lain Anastasia di Cinderella: Dreams Come True).

Usually side characters make it all easier to fall for the main characters. Take thai film industry, which are incredibly unfair at casting the portrayers. The good-looking ones are really good-looking. The 'ugly' ones just figuratively stand there to make the main characters look more stunning. Ever watched Cinderella? Cinderella is pretty, her step-sisters look like the literal meaning of her name: cinder. And they make us hate Drizella and Anastasia ('til Anastasia shows her other side in Cinderella: Dreams Come True).

Tapi Charlotte, meskipun tidak secantik Tiana, mudah sekali untuk disukai.

But Charlotte, though not as pretty as Tiana, is very much likeable.

Pertama, dia tidak anggun dan dia tahu itu. Suaranya seperti belum diampelas, bicaranya seringkali ditekankan dengan menggeram. But she is wacky in a good way.

First, she's not graceful and she knows it. Her voice is hoarse and she's speaking in this growling manner. But she is wacky in a good way.



Kedua, dia punya banyak sekali uang. Ayahnya lah yang kaya, sebetulnya. Dibesarkan dengan dituruti apa saja kemauannya, Charlotte memang manja. Tapi tidak pernah sombong atau pelit. Atau egois.

Second, she has a lot of money. It's actually her father who's rich. She grew up having gotten everything she wanted, therefore she is spoiled. But she is just never cocky nor stingy. Nor selfish.

Kalau Tiana harus susah payah untuk membangun restorannya, padahal di sebelahnya ada Charlotte yang notabene terdukung sekali secara finansial, saya rasa itu lebih karena Charlotte tahu apa yang Tiana inginkan dan tahu Tiana ingin membelinya dengan keringat sendiri. Mereka tidak berteman karena uang.

If Tiana has to struggle to build her restaurant, whereas she has Charlotte who's financially well-supported, I think it's rather because Charlotte knows what Tiana wants and that Tiana wants to buy it with her own efforts. They are no friends based on money.


Ketiga, Charlotte sadar siapa dirinya. Dia menyelenggarakan pesta supaya bisa bertemu pangeran impian. Meskipun ini pestanya, Charlotte tidak takut tersaingi ketika Tiana terlihat jauh lebih menawan dalam gaun yang dia pinjamkan sendiri. Dia malah memuji, "Oh, look at you."

Third, Charlotte knows who she is. She holds this party where she thinks she could meet her prince. Though this is her party, she doesn't see Tiana, who looks far more stunning in a gown Charlotte lends her, as her competitor. She compliments her instead, "Oh, look at you."


Keempat, Charlotte memang dangkal. Baginya menikah dengan pangeran tampan berarti akhir (bahagia) dari segalanya, berbeda dengan Tiana yang berjuang membangun restoran milik sendiri. Tapi Charlotte tidak marah saat Naveen berakhir dengan Tiana, karena merekalah yang memiliki cinta sejati. Bahkan, sebagai bonus, Charlotte menciumkan Naveen versi kodok untuk Tiana, supaya Naveen dan Tiana bisa kembali menjadi manusia dan berbahagia bersama.

Fourth, Charlotte is indeed shallow. To her, marrying a handsome prince simply means a (happy) ending, unlike Tiana who struggles to build her own restaurant. But Charlotte isn't raged when Naveen ends up with Tiana instead with her, because the pair really love each other. As a bonus, Charlotte even kisses the still-a-frog Naveen for Tiana, so they can be human again and happy together.


Singkatnya, Charlotte membuat dirinya jadi tokoh sampingan yang dicintai. And she has a good sense in fashion, too.

In a nutshell,Charlotte makes herself a really lovable side character. And she has a good sense in fashion, too.


Charlotte La Bouff

Nama panggilan / Nickname : Lottie
Umur / Age : 19 (tahun)
Tempat tinggal / Home : New Orleans, Louisiana
Yang disukai / Likes : dongeng, cinta sejati, segala hal yang berhubungan dengan putri, pink / fairy tales, true love, princess stuff, pink
Yang tak disukai / Dislikes lengket, tidak terkabul / getting sweaty, not getting what she wants
Hewan peliharaan / Pets anak kucing berbulu putih, anjing bernama Stella / white kitten, a dog named Stella
Gaya berpakaian / Style : Flapper
Cita-cita / Goal : menjadi putri / to be a princess
Inspirasi / Inspiration : Marilyn Monroe, Betty Boop
Kalimat terkenal / Memorable quote : "Sumpah, aku berkeringat seperti pendosa di gereja!" / "I swear I'm sweating like a sinner in church!"


Friday, August 1, 2014

Amit


Beberapa hari yang lalu saya menonton Slumdog Millionaire (saya baru menontonnya tahun ini! Anda bisa percaya itu? Salahkan di bawah umur) dan berpikir, Dev Patel adalah cowok ganteng. Tapi lalu saya ingat seorang teman dari Jane Aldridge, fashion blogger yang banyak ngepost tentang sepatu. Jane agak tertutup soal hubungan asmaranya, jadi saya tidak tahu banyak tentang cowok yang satu ini. Tapi saya tahu namanya Amit! Dia orang di belakang Lame Basics, blog fashion yang sayangnya sudah dihapus. Cowok, fashion blogger. Ya ampun.

Some days ago I watched Slumdog Millionaire (I just watched it this year! Can you believe it? Blame age restriction) and thought Dev Patel was a heartthrob (that's a special word you can't just use anytime). But then I remembered a friend of Jane Aldridge, the fashion blogger specialized in shoes. Jane doesn't really blog about her relationships, so I don't know much about this one friend. But I know his name is Amit! He's the guy behind Lame Basics, a fashion blog that's unfortunately been shut down. This guy blogged fashion. Man.

Sudah bukan rahasia lagi kalau dunia fashion kebanyakan direpresentasikan oleh perempuan. Cowok-cowok di lingkungan saya boleh ngetawain cowok yang dandan, tapi cewek-cewek (saya dan kakak) sebenarnya senang melihat blog fashion cowok nongol di antara blog-blog fashion cewek. Pria yang punya selera. Kami pikir mereka cute (asal tahu saja buat cowok-cowok, cute BUKAN antonim macho, arti kata itu lebih ke... unyu. Yeah. Pria yang memerhatikan penampilan bisa saja naik Harley Davidson DAN cuci muka dengan Nivea) dan punya sesuatu yang membedakan mereka dari para pria lainnya. Dan tidak, dia tidak kelihatan lemah. Banyak orang yang aku kenal masih berpikir pria yang memerhatikan penampilan pasti rempong.

It's no secret but the fashion world has long been modeled by women. Men in my circle may laugh at smoothly-polished men, but women (particularly my sister and I) actually do like seeing a fashion blog narrated by a man sticking out in between women's fashion blogs. A man that has got taste. We think he's cute (just for you guys' interest, cute is NOT the opposite of macho, it means more like... huggable. Yeah. Fashionable men can both ride a Harley Davidson AND wash his face with Nivea) and has something distingushing. And no, he doesn't look lame. Many of the people I know still think men dressed well-thought-out to have overdone everything.


Sebenarnya mereka bisa menjaga diri dengan baik. Ambil contoh, sepatu mereka. Apakah sepatunya kusam atau disemir? Sepatu bisa jadi refleksi seseorang.

Bicara tentang pria India, penggambaran Bollywood tentang mereka adalah sumber depiksi pertama dan utama saya. Otot dan kumis. Shah Rukh Khan ganteng, tapi saya hanya bukan penggemar berat otot. Jadi Dev Patel jadi favorit. Tapi tidak ada yang seperti punggung Amit yang membelakangi kita. Seperti Gun di My Princess bilang, "Pasti punggung cowok yang meninggalkan ruangan terlihat keren sekali."

They actually take good care of themselves. Take their shoes for example. Are they dingy or are they polished? Shoes can be quite a reflection on people.  

And the thing about Indian men; Bollywood's portrayal of them was my first and main source of the big picture. Muscles and moustaches. Shah Rukh Khan is dashing (that's a new word I just learned, means everything you can dream of a man), but I'm just not into a load of muscles. So Dev Patel becomes my Indian cup of tea. But nothing like Amit's back towards us. Like Gun in My Princess said, "How charming must the back of a man leaving look."


Sisanya saya serahkan kepada Anda. xxx

I'll leave the details to you. xxx

Saturday, May 24, 2014

Yubelina


Walaupun setengah dari judul blog ini terdiri atas kata Ganteng, tamu pertama kita adalah Yubelina, seorang perempuan Kristen Indonesia yang dibakar dalam serangan oleh beberapa orang Islam. Saya putuskan untuk menyebut yang bersangkutan, walaupun menggelitik. Tapi Anda berhak tahu beritanya. Saya percaya Anda lebih bijak untuk memutuskan bagaimana menyikapinya.

Anyway, saya membaca tentang Yubelina di sebuah website, hasil pesiar di Google. Keadaannya digambarkan begini:

Kulitnya berbercak-bercak dan bergradasi cokelat muda sampai merah sampai putih. Sebagian besar kasar. Hidungnya tidak berbentuk. Sepetak kulit di bawah mulutnya, warnanya ungu. Bibir atasnya mengelupas. Mata kirinya putih dan merah; jelas tidak bisa melihat lagi.

Kalau dihadapkan langsung, saya tidak bakal tega menatap wajahnya. Tapi karena cuma gambar, saya bisa berlama-lama menganalisa. Cuma, saya tidak berlama-lama. Tidak perlu. Anda langsung tahu, kan? Senyumnya itu. Itu separuh ketawa. Dia tidak kelihatan marah, meskipun wajar kalau dia marah. Anda bisa melihat itu di matanya. Dia punya kecerdasan untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang membahagiakan, seperti didambakan Pepeng, pembawa acara itu lo.


Bahkan bisa dibilang, dia punya kecantikan untuk melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang membahagiakan.

A Beautiful Mind! (beauty = kecantikan; mind = pemikir)



ke·can·tik·an
kata benda
Kualitas yang memberikan kegembiraan pada pikiran.

pe·mi·kir
kata benda
Seseorang dengan kemampuan berpikir yang hebat.







Despite the title of this blog, our first guest is, please welcome, Yubelina, a woman from a Christian village in Indonesia who was burned during an attack by some Muslims. I decided to mention the religions involved. I know it's tickling, but you have the right to know the truth. I believe you know better how to react upon it.

Anyway, I found out about Yubelina on a website, a result of surfing on Google. She was described as the following:


Her skin is splotchy and ranges in colour from light brown to red to white. Much of it is leathery. Her nose is disfigured. She has a purplish-coloured patch of skin in between her bottom lip and the bottom of her chin. Her upper lip is peeling. Her left eye is white and red; her pupil is clearly no longer able to see.


If she and I meet face to face, I probably won't have the heart to look at her face. Since it was only a picture of her, I could take my time to analyze it further. But it was not a slowdown. I was immediately captured by her beauty. You knew it at once, right? Her smile. That's a half-laugh. She shows no rage, even though it's normal for her to do. You can see it in her eyes. She is the person bright enough to see the world from a beatifying viewpoint, as wished for by Pepeng, that television show host.


You can even say, she has enough beauty to see the world from a beatifying viewpoint.


What a Beautiful Mind.




mind

noun
A person of great mental ability.

beau·ty

noun
The quality that gives pleasure to the mind.

Saturday, April 26, 2014

Definisi Ganteng (Definition of Handsomeness)


Blog ini bermula dari konser amal Gunung Kelud. Tiket kelas menengah menempatkan saya di deretan agak jauh dari panggung. Kecuali saya membawa teropong segede trompet, ditambah penerangan yang sengaja dibikin redup supaya efeknya makin dramatis, tidak mungkin melihat wajah kedua pemain biola yang sedang menggesekkan medley Yoshi's Island Hop Hop Donut Lifts.

Tapi entah kenapa... Mereka terlihat ganteng.

Siluet mereka yang tegap dalam redupnya cahaya, dedikasi yang begitu terasa sampai seperti menyapa saya. Mereka mampu memberikan seluruh.

Ganteng! <3

Jadi apa 'ganteng' itu? Butuh lebih dari sekadar wajah yang memenuhi standar internasional. Ganteng adalah... Kamu, tidak bisa kurang.

Walaupun begitu, blog ini masih membahas karakteristik fisik, karena tidak peduli lukisan Monalisa tanpa cacat, Monalisa asli tetap yang sempurna. (Baca: semua orang cantik/ganteng, dan saya akan mencoba memparafrasakan yang terbaik).

P.S. Blog ini juga (berusaha) mendefinisikan 'cantik'.